Muhammad Dimas Abimanyu, Dafi Apriarso, Muhamad Fauzan Rahmadani
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ABSTRAK
LATAR BELAKANG
Sebagai kota metropolitan, Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tidak luput dari permasalahan sampah yang semakin menumpuk setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKJ Jakarta pada tahun 2024, DKJ sendiri menghasilkan 8,527 ton sampah per hari atau sama dengan 3,1 juta ton sampah per tahunnya (Ambari, et al. 2024). Hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah DKJ dalam mengelola sampah dengan baik.
Pemerintah DKJ saat ini mengelola sampah dengan metode landfill mining, penutupan landfill, dan PLTSa di TPST Bantargebang. Namun, metode ini belum berkelanjutan karena hanya mampu menangani 2000 ton sampah per hari, atau 23,45% dari total sampah harian.
Terlebih ampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan masalah serius. TPST Bantargebang (2022) menampung
39 juta ton sampah setinggi 40 meter. Timbunan ini menghasilkan gas metana, berkontribusi pada pemanasan global, mencemari lingkungan, dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Selain upaya yang sudah dilakukan pemerintah DKJ tersebut, pengelolaan sampah harus dimulai dari masyarakat melalui Bank Sampah Unit (BSU) dan Bank Sampah Induk (BSI). BSU beroperasi di tingkat RT/RW dengan prinsip 3R, sementara BSI mencakup area kotamadya dan mengelola sampah dari BSU dan industri. BSI membutuhkan fasilitas dan SDM lebih besar. Kedua jenis bank sampah ini mewujudkan tanggung jawab bersama dalam mengatasi masalah sampah.
Data SIMBA KLHK menunjukkan DKJ Jakarta memiliki 2.605 BSU dan 5 BSI (2021-2023), masing-masing BSI mewakili satu kotamadya. Hal tersebut tentu berpotensi mendukung pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, serta mengurangi beban TPA/TPST Bantargebang.
Namun, minimnya kesadaran dan keterbatasan inovasi pengelolaan sampah di masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri dalam mengembangkan bank sampah di DKJ. Pada umumnya kebanyakan BSU dan BSI masih menggunakan prinsip 3R. Sedangkan sudah seharusnya BSU dan BSI menggunakan prinsip 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Resale, dan Reshare) yang mengedepankan konsep pengelolaan sampah secara menyeluruh.
Dengan demikian, diperlukannya pemaksimalan kinerja seluruh bank sampah terdaftar yang terdapat di DKJ guna mengoptimalkan pengelolaan sampah di sektor hulu. Pemaksimalan tersebut bisa dilakukan melalui inovasi 5R yang mengedepankan sistem pemilahan sampah secara holistik dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
REKOMENDASI
DLH DKJ perlu memetakan BSU dan BSI terintegrasi dengan data KLHK, melakukan asesmen berkala, fasilitasi, pembinaan, dan pengawasan. Pengelolaan diarahkan pada pemilahan sampah organik dan anorganik sesuai prinsip 5R (Reduce,
Reuse, Recycle, Resale, dan Reshare) untuk meningkatkan nilai ekonomi dan mengurangi beban sampah.
Pemerintah DKJ perlu memberdayakan masyarakat dan pemulung dalam pengelolaan Bank Sampah, meningkatkan partisipasi melalui edukasi berkelanjutan, serta memberikan insentif ekonomi dan sosial untuk mendorong pengelolaan sampah yang efektif.
DLH DKJ dan Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistika DKJ perlu berkolaborasi dengan membuat platform digital terintegrasi untuk BSU dan BSI. Platform ini mencakup data pengelolaan sampah, pelaporan, pemantauan bank sampah, dan penjualan produk daur ulang. Ini akan meningkatkan pendapatan bank sampah, memperluas pasar produk ramah lingkungan, dan mendorong ekonomi sirkular.
TAHAPAN IMPLEMENTASI
Rekomendasi kebijakan ini merupakan inisiatif yang mengintegrasikan tiga aspek utama, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Adapun langkah-langkah implementasi dari rekomendasi kebijakan ini adalah sebagai berikut:
- Membuat sistem terpadu yang mengintegrasikan BSU dan BSI yang ada di DKJ.
- Melakukan asesmen kesiapan seluruh bank sampah untuk beroperasi, baik dari segi sumber daya fasilitas maupun sumber daya manusia.
- Menyediakan fasilitas operasional bank sampah sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank sampah.
- Mengadakan pembinaan dan pengawasan dalam proses operasional bank sampah.
- Membuat platform e-commerce untuk menjual produk hasil dari masing-masing bank sampah.
Dalam upaya pengimplementasiannya, berikut adalah analisis SMART dari program ini:
Specific: Mengintegrasikan BSU dan BSI di DKJ, asesmen kesiapan bank sampah, penyediaan fasilitas operasional, pembinaan, pengawasan, dan membangun platform e-commerce untuk penjualan produk daur ulang.
Measurable: Minimal 15 bank sampah diasesmen dan siap beroperasi dalam 4 bulan dan penjualan produk daur ulang meningkat 30% dalam 6 bulan.
Achievable: Dapat dicapai melalui kolaborasi dengan pemerintah, sektor swasta, dan NGO, dengan dukungan tim IT dan pembinaan.
Relevant: Relevan dengan pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular, mendukung pengurangan sampah dan peningkatan kualitas lingkungan.
Time-bound: Integrasi dan asesmen dalam
6 bulan, penyediaan fasilitas dalam 3 bulan, dan platform e-commerce aktif dalam 4 bulan.
Berdasarkan analisis SMART, rekomendasi ini berpotensi besar untuk mengurangi produksi sampah harian di Jakarta, memberdayakan masyarakat, serta meningkatkan perekonomian melalui
platform digital yang memfasilitasi penjualan produk daur ulang.
REFERENSI
Ambari, M (et al). 2024. TPS3R Solusi Jitu Atasi Sampah Jakarta. Jakita. Edisi 02 Tahun 2024
Fithriansyah, H. 2024. Tinggi Tumpukan Sampah di TPST Bantargebang Setara Gedung 40 Lantai. Diakses melalui : https://www.liputan6.com/photo/read
Mulyadin, M, Iqbal, M, Ariawan, Kuncoro. 2018. Konflik Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta dan Upaya Mengatasinya. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 15: 179-191
Mahyudin Puteri, Rizqi. 2017. Kajian Permasalahan Pengelolaan Sampah dan Dampak Lingkungan di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Jukung Jurnal Teknik Lingkungani. 3: 66-74